BADUGANEWS || KARAWANG — Praktik pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di Kabupaten Karawang kembali menjadi sorotan tajam. Salah satu kasus mencuat di sebuah desa di Kecamatan Cilamaya Wetan, di mana setiap tahun dana desa dialokasikan untuk penyertaan modal BUMDes, namun keberadaan dan aktivitas usahanya hingga kini masih dipertanyakan.
Total penyertaan modal yang telah digelontorkan selama enam tahun terakhir (2019–2024) mencapai lebih dari Rp700 juta, seluruhnya bersumber dari Dana Desa. Namun, meskipun anggaran terus dikucurkan, warga mempertanyakan operasional BUMDes yang tidak jelas.
Tidak ada informasi transparan mengenai bentuk usaha, laporan keuangan, maupun manfaat nyata yang dirasakan masyarakat.
Selain itu, dugaan praktik nepotisme mencuat dalam struktur kepengurusan BUMDes. Jabatan direktur disebut selalu berputar di lingkaran keluarga kepala desa—dari menantu, ke anak, lalu ke anak lainnya. Pergantian ini tidak diiringi dengan perbaikan tata kelola atau transparansi kinerja.
Ketua Lembaga Bantuan Hukum Massa Keadilan Rakyat Indonesia (LBH Maskar Indonesia), H. Nanang Komarudin, SH., MH., C.MSP, menegaskan bahwa permasalahan ini merupakan bentuk kelalaian pengawasan yang serius, melibatkan berbagai pihak mulai dari kepala desa hingga Bupati Karawang.
“Penyertaan modal BUMDes ini adalah uang negara. Kalau setiap tahun ratusan juta rupiah dikucurkan tapi keberadaannya tidak jelas, maka ini adalah bentuk kelalaian pengawasan yang sangat serius,” tegas Nanang.
Gugatan Warga Citizen Suit Law Dilayangkan ke Pengadilan Negeri Karawang.
Untuk menuntut pertanggungjawaban pemerintah daerah, LBH Massa Keadilan Rakyat Indonesia telah mengajukan Gugatan Warga Negara (Citizen Law Suit) di Pengadilan Negeri Karawang dengan nomor perkara 105/Pdt.G/2025/PN Kwg. Gugatan ini menyoroti lemahnya pembinaan dan pengawasan yang berpotensi menyalahgunakan dana BUMDes.
Nanang menambahkan bahwa kasus di Cilamaya Wetan hanyalah puncak gunung es dari persoalan serupa yang diduga terjadi di banyak desa lain di Karawang.
“Kalau satu desa saja sudah ratusan juta setiap tahun, kita bisa bayangkan berapa besar potensi kerugian negara di seluruh kabupaten. Ini harus dihentikan,” pungkasnya.
Sidang perdana gugatan ini dijadwalkan pada Kamis, 26 Agustus 2025. LBH Maskar Indonesia mengajak publik untuk mengawal proses hukum ini demi mewujudkan tata kelola dana desa yang transparan, akuntabel, dan berpihak pada rakyat. (*)
Sumber: Humas LBH Maskar Indonesia.
Publisher: Redaksi.
Editor: Iwir Baduga.