BADUGANEWS || KARAWANG — Ketua Lembaga Bantuan Hukum Massa Keadilan Rakyat Indonesia (LBH Maskar Indonesia), H. Nanang Komarudin, SH, MH, menyoroti pengelolaan alokasi minimal 20% Dana Desa untuk ketahanan pangan dan hewani di seluruh desa se-Kabupaten Karawang. Jumat (15/8/2025).
Menurutnya, pengelolaan dana tersebut harus transparan, akuntabel, dan benar-benar berpihak pada kepentingan masyarakat, bukan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.
“Kami menerima banyak pertanyaan dari warga di berbagai desa terkait budidaya ternak yang dijalankan dari tahun 2022, 2023, hingga 2024. Masyarakat ingin tahu jenis ternaknya, siapa pengurus kelompoknya dan siapa saja warga penerima manfaat (KPM), Pertanyaan-pertanyaan ini wajar, karena dana itu adalah uang rakyat,” tegas H. Nanang.
Ia mengingatkan, jika penerima manfaat adalah keluarga atau kerabat kepala desa tanpa proses musyawarah desa dan kriteria yang objektif, maka hal itu berpotensi melanggar Pasal 26 ayat (4) huruf l UU Desa yang melarang kepala desa “membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota keluarga, pihak tertentu, atau golongan tertentu”.
Praktik semacam ini dapat dikategorikan sebagai nepotisme sesuai UU Nomor 28 Tahun 1999 dan, apabila menimbulkan kerugian keuangan negara, bisa masuk ranah tindak pidana korupsi.
Yang menjadi dasar Hukum Pengelolaan Dana Ketahanan Pangan Desa adalah :
1. Permendes PDTT Nomor 8 Tahun 2022 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2023:
Pasal 5 ayat (4): Penggunaan Dana Desa untuk ketahanan pangan dan hewani dilakukan paling sedikit 20% dari anggaran Dana Desa.
Pasal 6 ayat (1): Penggunaan Dana Desa wajib melalui musyawarah desa dan melibatkan partisipasi masyarakat.
2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa:
Pasal 26 ayat (4) huruf d: Kepala Desa wajib melaksanakan prinsip tata pemerintahan desa yang akuntabel, transparan, bersih, dan bebas dari KKN.
Pasal 26 ayat (4) huruf l: Kepala Desa dilarang membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, keluarga, pihak tertentu, atau golongan tertentu.
3. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik:
Pasal 9 ayat (1): Badan publik wajib mengumumkan secara berkala informasi publik yang berkaitan dengan badan publik tersebut.
H. Nanang menegaskan, sesuai aturan, penggunaan dana ketahanan pangan harus melalui musyawarah desa dengan melibatkan masyarakat secara aktif. Prosesnya juga harus disertai pengumuman terbuka mengenai penerima manfaat, pengurus kelompok, dan hasil program yang telah dicapai.
LBH Maskar Indonesia mendorong warga, khususnya generasi muda desa, untuk aktif melakukan pengawasan.
“Kami minta para pemuda jangan ragu untuk meminta informasi resmi sesuai UU KIP. Kawal dan awasi, karena uang rakyat harus kembali kepada rakyat. Jika ada indikasi penyalahgunaan, silakan laporkan ke Inspektorat atau aparat penegak hukum,” ujarnya.
LBH Maskar Indonesia berkomitmen memberikan pendampingan hukum bagi warga yang ingin melaporkan dugaan penyimpangan penggunaan dana ketahanan pangan, sekaligus mengawal penegakan aturan agar dana tersebut benar-benar memberi manfaat bagi ketahanan pangan masyarakat desa. (*)
Sumber: Humas LBH Maskar Indonesia.
Publisher: Redaksi.